Archive for the ‘Cemilan’ Category

Yo Gusti Paringono Yang
Maret 24, 2008

Yo Gusti paringono Yang…..Munajat itu seringkali saya dengar menggumam dari mulut Pak Breng (Brengos), teman kos saya 14 tahun yang lalu. Tak jelas benar, hanyalah sebuah canda atau tidak, pasalnya kadang ada lamat pengharapan di situ. Pak Breng ini (nama aslinya Sudarmadji) adalah pria 30-an tahun dari Banjarnegara yang saat itu masih menempuh kuliah di kampus yang sama dengan saya. Menilik usianya, benar jika Anda menebaknya mahasiswa abadi.

Tapi bukan Pak Breng yang ingin saya bicarakan. Saya lebih tertarik mengupas jodoh, pasangan hidup atau apalah kita menyebutkannya, terutama dalam konteks gaya kehidupan rumah tangga masa kini. Dari melihat sekeliling dan pengalaman membuat saya manggut-manggut bahwa tantangan berumahtangga saat ini jauh berbeda dengan 10 atau 20 tahun silam. Ini era (Siti) Mayangsari bukan Siti Nurbaya.

Masalah rumahtangga sudah berkembang kompleks melebihi kehendak para pria. Problem tak cuma urusan finansial tapi juga attitude. Dulu, kepala keluarga adalah pemegang mutlak hegemoni rumah tangga. Di tangannya, warna dan tujuan keluarga ditentukan. A yang disebut, ya harus menuju A. Tapi kini, seiring makin terdidiknya mbakyu-mbakyu, makin independennya mereka karena bisa mencari duit sendiri, tuntutan kesetaraan bukan cuma gaung tapi keniscayaan.

Kalau boleh diibaratkan, kalau dulu kepala keluarga adalah pengemudi bus sekolah yang berisi anak yang santun, sekarang kepala keluarga adalah sopir bus tahanan dengan penjagaan superminim. Bila yang diangkut tahanan politik, akan selalu ada perdebatan setiap kali berada di persimpangan jalan. Sementara bila tahanan kriminal, salah-salah kemudinya direbut dan Anda dipersilakan keluar bus. Jadi bersyukurlah bila menemukan tahanan cinta yang openmind.

Saya kira nasib rumahtangga Ahmad Dhani dan Maia adalah model yang tepat untuk melihat gejala ini. Dahulu, kala Maia full service sebagai ibu rumtang biasa, dengan dana yang bergantung penuh dari suami, Ahmad Dhani relatif mampu mengemudikan kapal rumahtangganya. Tapi begitu Maia ngetop, punya duit sendiri – banyak lagi -….. plus tanpa perubahan strategi mengelola rumtang, ambrol-lah lembaga kepala keluarga yang ditempati Dhani.

Tanpa kelapangan hati, tanpa sikap rendah hati, tanpa toleransi, dijamin sekuat apapun bahan bahtera itu dibuat, air bah akan mampu menenggelamkannya. Tak heran, banyak anak muda saat ini cuma cengar-cengir saat disapa soal rencana perkawinannya. Bisa jadi mereka sudah melihat penampakan yang buruk saat menengok tetangga kanan kirinya. Akhirnya mengulur waktu perkawinan atau memilih melajang seterusnya.

Ah, saya jadi kembali memikirkan Pak Breng. Sudahkah ia menemukan Yang-nya? Menyesal sekali, saya tidak tahu dimana dan bagaimana sekarang Pak Breng. Mungkin munajat yang ia gumamkan sambil tertawa itu sudah terkabul. Mungkin saja, ia kini hidup bahagia bersama sejumlah putra-putri yang lucu-lucu. Tapi bisa juga ia tengah terbelit problem yang banyak melipat kehidupan rumah tangga pasangan masa kini. Kalau sudah begini jangan-jangan doanya juga ikut berganti. Yo Gusti paringono sabar…